Oleh Komunitas Lingkar Literasi
Penulis : Haris Priyatna
Penerbit: Qanita
Cetakan: I, April 2015
Tebal : 248 halaman
Buku yang berjudul Seteru Satu Guru yang ditulis oleh Haris Priyatna ini bercerita tentang tiga murid H.O.S. Tjokroaminoto yaitu Kartosuwiryo, Soekarno dan Musso. Ketiga murid ini mendapatkan gemblengan yang sama dalam hal pemikiran tentang perlawanan terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda. Namun, ketiga murid ini memilih jalan pergerakan yang berbeda sesuai dengan ideologi yang mereka yakini untuk mencapai satu tujuan “Bangsa yang Merdeka”.
Kartosuwiryo memilih jalan Islam radikal, Soekarno memilih jalan nasionalisme dan Musso memilih jalan komunisme. Buku ini juga menceritakan bagaimana ketiga murid H.O.S. Tjokroaminoto ini menempuh jalan pergerakannya masing-masing hingga akhirnya mereka berseteru sengit dan berakhir tragis.
Musso menentang pemerintahan melalui partainya yang berideologi komunis, sedangkan Kartosuwiryo menempuh jalan pergerakan dengan cara yang radikal yaitu membentuk laskar islam dengan tujuan mendirikan negara sendiri.
Buku ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu; kemelut, internaat, kulminasi. Bagian pertama (kemelut) buku ini menceritakan tentang kemelut konflik politik yang terjadi sebelum dan sesudah kemerdekaan.
Bagian kedua (internaat) menceritakan tentang awal pertemuan ketiga sahabat tersebut di kediaman H.O.S. Tjokroaminoto yang bisa dianggap sebagai “ladang ilmu” bukan hanya dikarenakan banyak koleksi buku yang dimiliki beliau, melainkan juga karena banyak kunjungan “orang penting” dalam rangka perjuangan melawan penjajah. Banyaknya pembelajaran yang diberikan H.O.S. Tjokroaminoto membuat mereka memilih jalan pergerakan yang berbeda untuk meraih kemerdekaan dan mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang sebenarnya yaitu sebagai bangsa yang berdaulat.
Bagian ketiga (kulminasi) menceritakan adanya pemberontakan yang dilakukan oleh Kartosuwiryo dan Musso untuk merebut pemerintahan yang sah yang saat itu dipimpin oleh sahabatnya sendiri yaitu Soekarno, dikarenakan kekecewaan mereka terhadap perjanjian Renville dan Linggarjati yang dianggap merugikan bangsa Indonesia. Bagian ini juga menceritakan bagaimana Musso dan Kartosuwiryo lari dari kejaran pasukan TNI dengan akhir Musso ditembak mati sedangkan Kartosuwiryo ditangkap hidup-hidup untuk dieksekusi mati.
Walaupun mereka bertiga mengambil jalan pergerakan yang berbeda, tetapi ada satu persamaan yang diwarisi dari H.O.S. Tjokroaminoto, yaitu sifat keras kepala. Sifat itu bisa membawa kepada keberhasilan, tetapi juga bisa mengantarkan kepada kehancuran.
Berangkat dari hal yang telah dipaparkan, harus ada pengungkapan realitas-realitas di balik peristiwa yang ada dalam buku tersebut, peristiwa yang penting, khususnya bagi pencapaian dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Selain itu, harus ada pengungkapan pemikiran para tokoh nasional yaitu Soekarno, Musso, Kartosuwiryo dan H.O.S. Tjokroaminoto dalam subjektivitas Haris Priyatna Seteru Satu Guru dan dalam perspektif pembaca.

Berdiri sejak tahun 2016. Kalamkopi.id adalah media kolektif untuk segala macam penulis dan pembaca.